Kegiatan
pengendalian tikus seyogianya dirancang secara sistematis yang disesuaikan
dengan kondisi persawahan dan stadia tanaman, misalnya pada kondisi lahan sawah
masih bera berbeda taktis operasionalnya dengan sawah yang sudah memasuki masa
olah tanah. Kegiatan pengendalian pada kondisi tanaman fase vegetatif berbeda
dengan pengendalian pada fase generatif.
Untuk
mencapai hasil yang maksimal, maka kegiatan-kegiatan pengendalian seperti
tertib tanam, sanitasi lingkungan sekitar persawahan dan habitat, usaha
gropyokan, pemasangan umpan beracun dan pengemposan belerang harus singkron
dengan kondisi lahan dan tanaman
Tabel 1. Kegiatan pengendalian yang perlu dilakukan menurut kondisi lahan
dan tanaman.
No.
|
Kegiatan Pengendalian
|
Keadaan Sawah/Fase
Tanaman
|
|||
Bera
|
Masa pengolahan
|
Fase vegetatif
|
Fase generatif
|
||
1.
2.
3.
4.
5.
|
Tertib Tanam
Sanitasi
Gropyokan
Umpan Beracun
Emposa
|
-
-
+
+
+
|
+
+
+
+
-
|
-
+
-
+
-
|
+
+
+
-
+
|
Keterangan :
+ = Perlu tindakan
-
= Tidak perlu tindakan
KOMPONEN TEKNOLOGI PENGENDALIAN
Komponen
teknologi pengendalian tikus secara garis besar dapat dibagi dalam beberapa
langkah yakni: manipulasi habitat, pengendalian secara fisik/ mekanis,
pengendalian biologis, dan pengendalian kimiawi. Manipulasi habitat
tujuannya: mengurangi atau mengeleminir unsur-unsur yang memberi kesempatan
pada tikus untuk leluasa berkembang (pembersihan gulma, jadwal tanam yang
sinkron, merampingkan dan mengurangin tinggi pematang, pembersihan vegetasi
yang ada disekitar sawah dan penundaan waktu tanam), melakukan tindakan tertib
tanam yang dilaksanakan pada fase pengolahan tanah dan fase generatif,
melakukan kegiatan sanitasi yang dilaksanakan pada fase pengolahan tanah, fase
vegetatif dan generatif.
Pengendalian
fisik/mekanik dapat berupa : melakukan gropyokan yakni dengan menggali dan membakar
lubang tikus. Menggunakan bubu pada persemaian yang telah dipagari plastik.
Kegiatan gropyokan dilaksanakan pada fase bera, pengolahan tanah dan fase
generatif, menggunakan bubu yang dikombinasikan dengan umpan gabah berkecambah
dari stadia persemaian – 30 HST. Pengunaan bambu panjang 2 m yang diletakkan
dipinggir pematang dari mulai primordia - panen untuk menjebak tikus,
penggunaan komponen perangkap bubu yang terdiri atas perangkap multiple capture
trap, pagar plastik dan tanaman perangkap, dan dipasang dalam periode yang agak
lama di lapangan, penggunaan tanaman perangkap (IR64) yang ditanam lebih awal
15-21 hari dari pertanaman yang ada disekelilingnya, penggunaan perangkap
sejuta bambu dengan spesipikasi panjang 2 m dan 1,5 m dengan diameter 10-12 cm,
pada setiap ruasnya dibuat lubang yang akan digunakan tikus sebagai tempat
bersembunyi dan istirahat, pengunaan letupan mercon yang diletakkan pada lubang
aktif.
Pengendalian
biologis dapat berupa : pengendalian populasi tikus secara biologis yaitu
dengan penggunaan predator dan parasit. Predator tikus antara lain anjing,
musang, burung hantu, burung elang dan ular. Penggunaan parasit (virus,
bakteri, protozoa), sebagai contoh penggunaan Salmonella enteriditis, penggunaan
predator anjing yang dilatih sejak umur 2 bulan dan dipandu oleh satu atau dua
orang.
Sedangkan
pengendalian kimiawi dapat berupa : penggunaan fumigasi (emposan), yaitu
pembakaran belerang dengan jerami akan menghasilkan senyawa SO2 dan Co yang toxic
terhadap tikus. Sebaliknya fumigasi dilakukan saat pengolahan tanah dan fase
anakan. Tindakan emposan sebaiknya dilaksana-kan pada fase bera dan fase
generatif, penggunaan umpan beracun (rodentisida), baik dari jenis akut maupun
yang kronis (Tabel 1). Penggunaan umpan beracun sebaiknya dilaksanakan pada
fase bera dan fase generatif, penggunaan brodifacum, yakni antikoagulan yang
dapat membunuh 100% dengan satu kali pemberian, penggunaan umpan dengan
komposisi beras 15%, ubi kayu 25%, telur 10%, ubu jalar 3%, kepiting 15%,
kelapa 12%.
Disamping cara
tersebut di atas, pengendalian kimiawi dapat menggunakan rodentisida, baik yang
sifat akut maupun anti koagulan.
KENDALA DALAM PENGENDALIAN HAMA TIKUS
Implementasi
pengendalian hama tikus di lapangan menghadapi beberapa kendala yang dapat
memperlambat atau bahkan menggagalkan operasional kegiatan dalam jangka
panjang. Kendala-kendala tersebut sebagai berikut:
1. Petani cepat merasa puas setelah berhasil
membunuh tikus dalam jumlah banyak, sehingga tindakan/gerakan pengendalian pada
musim berikutnya mengendor atau bahkan terhenti sama sekali.
2.
Inisiatif
petani/kelompok tani sangat terbatas dan senantiasa sangat tergantung pada
adanya bantuan atau komando dari pihak pemerintah.
3. Penggunaan sarana
pengendalian seperi rodentisida dan alat emposan membutuhkan dukungan dana yang
relatif agak mahal, sementara kondisi sosial-ekonomi petani sangat lemah. Sarana tersebut sangat diperlukan pada kondisi tenaga kerja yang terbatas
menghadapi areal yang perlu dikendalikan sangat luas.
4. Keterbatasan jumlah aparat penyuluh dalam mengkover jumlah petani yang
besar berdampak kepada terbatasnya informasi teknologi yang diterima petani.
Sanitasi habitat terkadang hanya menyentuh
daerah sekitar persawahan saja, sedangkan infrastruktur fasilitas umum seperti
saluran irigasi, kawasan perkantoran yang juga dapat menjadi tempat
bersembunyinya tikus tidak terjamah oleh tindakan pengendalian