teks jalan

Leuleupeutan leuleumeungan diarah kejo poena, deudeukeutan reureujeungan jeung penyuluh sapopoena, Tani Babarengan, Salah Silih Elingan

slide poto

  • Padi Sawah Lokasi Desa Raharja
  • Metode Emposan dengan Racun dari Belerang
  • Tim Riset ITB, Mister Mathieu, PPL, Petani Pemilik Sawah dan Toko Tani
  • SL-GHP Tanaman Sansieviera

Jumat, 25 November 2011

GROPYOKAN TIKUS


Kegiatan pengendalian tikus seyogianya dirancang secara sistematis yang disesuaikan dengan kondisi persawahan dan stadia tanaman, misalnya pada kondisi lahan sawah masih bera berbeda taktis operasionalnya dengan sawah yang sudah memasuki masa olah tanah. Kegiatan pengendalian pada kondisi tanaman fase vegetatif berbeda dengan pengendalian pada fase generatif.
            Untuk mencapai hasil yang maksimal, maka kegiatan-kegiatan pengendalian seperti tertib tanam, sanitasi lingkungan sekitar persawahan dan habitat, usaha gropyokan, pemasangan umpan beracun dan pengemposan belerang harus singkron dengan kondisi lahan dan tanaman

 
Tabel 1. Kegiatan pengendalian yang perlu dilakukan menurut kondisi lahan dan tanaman.

No.
Kegiatan Pengendalian
Keadaan Sawah/Fase Tanaman
Bera
Masa pengolahan
Fase vegetatif
Fase generatif
1.
2.
3.
4.
5.
Tertib Tanam
Sanitasi
Gropyokan
Umpan Beracun
Emposa
-
-
+
+
+
+
+
+
+
-
-
+
-
+
-
+
+
+
-
+
Keterangan  :   +   =  Perlu tindakan
                                           -   = Tidak perlu tindakan

KOMPONEN TEKNOLOGI PENGENDALIAN
            Komponen teknologi pengendalian tikus secara garis besar dapat dibagi dalam beberapa langkah yakni: manipulasi habitat, pengendalian secara fisik/ mekanis, pengendalian biologis, dan pengendalian kimiawi. Manipulasi habitat tujuannya: mengurangi atau mengeleminir unsur-unsur yang memberi kesempatan pada tikus untuk leluasa berkembang (pembersihan gulma, jadwal tanam yang sinkron, merampingkan dan mengurangin tinggi pematang, pembersihan vegetasi yang ada disekitar sawah dan penundaan waktu tanam), melakukan tindakan tertib tanam yang dilaksanakan pada fase pengolahan tanah dan fase generatif, melakukan kegiatan sanitasi yang dilaksanakan pada fase pengolahan tanah, fase vegetatif dan generatif.
            Pengendalian fisik/mekanik dapat berupa : melakukan gropyokan yakni dengan menggali dan membakar lubang tikus. Menggunakan bubu pada persemaian yang telah dipagari plastik. Kegiatan gropyokan dilaksanakan pada fase bera, pengolahan tanah dan fase generatif, menggunakan bubu yang dikombinasikan dengan umpan gabah berkecambah dari stadia persemaian – 30 HST. Pengunaan bambu panjang 2 m yang diletakkan dipinggir pematang dari mulai primordia - panen untuk menjebak tikus, penggunaan komponen perangkap bubu yang terdiri atas perangkap multiple capture trap, pagar plastik dan tanaman perangkap, dan dipasang dalam periode yang agak lama di lapangan, penggunaan tanaman perangkap (IR64) yang ditanam lebih awal 15-21 hari dari pertanaman yang ada disekelilingnya, penggunaan perangkap sejuta bambu dengan spesipikasi panjang 2 m dan 1,5 m dengan diameter 10-12 cm, pada setiap ruasnya dibuat lubang yang akan digunakan tikus sebagai tempat bersembunyi dan istirahat, pengunaan letupan mercon yang diletakkan pada lubang aktif.
            Pengendalian biologis dapat berupa : pengendalian populasi tikus secara biologis yaitu dengan penggunaan predator dan parasit. Predator tikus antara lain anjing, musang, burung hantu, burung elang dan ular. Penggunaan parasit (virus, bakteri, protozoa), sebagai contoh penggunaan Salmonella enteriditis, penggunaan predator anjing yang dilatih sejak umur 2 bulan dan dipandu oleh satu atau dua orang.
Sedangkan pengendalian kimiawi dapat berupa : penggunaan fumigasi (emposan), yaitu pembakaran belerang dengan jerami akan menghasilkan senyawa SO2 dan Co yang toxic terhadap tikus. Sebaliknya fumigasi dilakukan saat pengolahan tanah dan fase anakan. Tindakan emposan sebaiknya dilaksana-kan pada fase bera dan fase generatif, penggunaan umpan beracun (rodentisida), baik dari jenis akut maupun yang kronis (Tabel 1). Penggunaan umpan beracun sebaiknya dilaksanakan pada fase bera dan fase generatif, penggunaan brodifacum, yakni antikoagulan yang dapat membunuh 100% dengan satu kali pemberian, penggunaan umpan dengan komposisi beras 15%, ubi kayu 25%, telur 10%, ubu jalar 3%, kepiting 15%, kelapa 12%.
Disamping cara tersebut di atas, pengendalian kimiawi dapat menggunakan rodentisida, baik yang sifat akut maupun anti koagulan.
  
KENDALA DALAM PENGENDALIAN HAMA TIKUS
Implementasi pengendalian hama tikus di lapangan menghadapi beberapa kendala yang dapat memperlambat atau bahkan menggagalkan operasional kegiatan dalam jangka panjang. Kendala-kendala tersebut sebagai berikut:
1.   Petani cepat merasa puas setelah berhasil membunuh tikus dalam jumlah banyak, sehingga tindakan/gerakan pengendalian pada musim berikutnya mengendor atau bahkan terhenti sama sekali.
2.     Inisiatif petani/kelompok tani sangat terbatas dan senantiasa sangat tergantung pada adanya bantuan atau komando dari pihak pemerintah.
3.     Penggunaan sarana pengendalian seperi rodentisida dan alat emposan membutuhkan dukungan dana yang relatif agak mahal, sementara kondisi sosial-ekonomi petani sangat lemah. Sarana tersebut sangat diperlukan pada kondisi tenaga kerja yang terbatas menghadapi areal yang perlu dikendalikan sangat luas.
4.     Keterbatasan jumlah aparat penyuluh dalam mengkover jumlah petani yang besar berdampak kepada terbatasnya informasi teknologi yang diterima petani.
Sanitasi habitat terkadang hanya menyentuh daerah sekitar persawahan saja, sedangkan infrastruktur fasilitas umum seperti saluran irigasi, kawasan perkantoran yang juga dapat menjadi tempat bersembunyinya tikus tidak terjamah oleh tindakan pengendalian